Jumat, 27 Mei 2011

*** Tips Menghadapi Cowok Penggoda ***



�Suit�suit�mau ke mana Neng?� Pernah nggak sih kamu sebagai cewek mendapat godaan seperti ini? Disuitin (emangnya burung?), disapa menggunakan kata-kata yang sepertinya sangat dipaksakan, hingga keluar kata-kata tidak senonoh or dua nonoh. Nah lho.

Mungkin yang beginian kamu alami ketika pulang sekolah dan melewati sekelompok cowok yang nongkrong di pinggir jalan. Bisa juga lagi asyik nunggu bis sekolah or mikrolet yang akan mengantar kamu pulang les. Bahkan ketika disuruh ibumu untuk beli garam di warung sebelah rumah pun nggak lepas dari godaan para cowok iseng. Oya, tempat yang rawan godaan juga buat cewek adalah mal. Di sini banyak penggoda! Ati-ati euy!

Buat kamu yang udah berkerudung en berjilbab pun, godaan itu adakalanya datang tak undang. Meski bisa dibilang skalanya agak sedikit beda dari yang nggak berjilbab. Bentuk godaan bisa berupa basa-basi dengan �pura-pura’ mengucapkan salam. Hihihi, ini taktik standar cowok usil lho. Yup, trik andalan anak cowok untuk menggoda cewek berkerudung atau yang udah berjilbab.

Hebohnya lagi, dan ini sangat mungkin lho, kalo para cowok usil itu nekatz godoain kita-kita sampe menempuh sentuhan fisik segala. Waduh! Ati-ati deh. Sayangnya, fenomena kayak gini sudah jadi menu sehari-hari kita. Coba deh lihat di sinetron. Isinya kalau nggak cowok yang ngegodain para cewek, ya, anak ceweknya yang keganjenan minta digodain. Walah?

Cowok penggoda=cewek jail?

Nah lho�apa pula ini? Yang cowok kalau ditanya kenapa kok hobi ngegodain cewek yang lewat, jawabnya karena ceweknya pasang aksi minta digoda. Eh, yang cewek nggak mau disalahkan dengan tuduhan pasang aksi minta digoda. Kaum cewek bilang, �Dasar cowoknya aja tuh yang nggak punya iman, pake jelalatan mata segala sabil mulutnya usil godain.� Wah, kalo diterusin bisa jadi mirip-mirip tebakan tentang telor dan ayam. Hehehe, pertanyaan-nya: duluan mana; telor apa ayam? Mbulet!

Sobat muda muslim, sekarang coba dengan kepala dingin kita kupas satu per satu masalah ini. Di sini ada dua pihak yang ingin kita bahas, pihak cowok dan pihak cewek. Ada aksi dan ada reaksi, itu prinsip kimia kan ? Dan dua makhluk berlainan jenis ini memang sudah dari sononya menyimpan energi kimia yang dahsyat. Jadi be carefull aja dalam menyikapi-nya. Kenapa ini bisa terjadi?

Pertama , munculnya cowok penggoda bisa jadi merupakan reaksi dari aksi yang diberikan si cewek sendiri. Pernah dengar istilah �cowok, godain kita dong’? Nah, kalimat ini populer sejak beberapa tahun yang lalu karena para cewek merasa garing kalo nggak ada cowok yang godain mereka. Gatel!

Atau dengan aksi dalam bentuk lain, yakni tanpa kata-kata (bukan bisu lho). Ada lho cewek yang nekat me- launching bahasa tubuhnya. Mereka sengaja minta digoda kaum cowok. Bisa jadi dari gaya berjalan mere-ka, cara bicara yang dibuat-buat, lirikan mata, atau apa pun yang mengarahkan agar mereka digoda oleh kaum adam. Bahaya!

Belum lagi gaya ber-busananya yang kayaknya kurang kain banget. Jadi asset berharganya malah dipamerin ke mana-mana. Giliran dia yang digodain sama cowok sampe level pelecehan, eh�berkelitnya dengan menga-takan �Tuh cowok emang piktor alias pikiran kotor�, �nggak bermoral� de el el. Waduh!

Lalu kemungkinan kedua , emang sudah dari sononya tuh cowok hobi ngegodain cewek. Bawaannya gatel mulu bila ada cewek di dekatnya cuma dianggurin (dianggurin? Emangnya obat nyamuk?). Jadi biar ceweknya udah nutup aurat hingga rapet sekali pun, tetap aja tuh cowok tipe begini selalu punya celah untuk bisa ngegoda cewek. Ya itu tadi, tidak bisa dengan suitan, dengan ucapan salam pun jadi. Padahal kenal juga nggak. SKSD banget tuh cowok ya? Hehehe…

Biar nggak digoda

Kalau kamu para cewek emang ngerasa sebel digodain cowok, ada tips-tips khusus nih untuk menghindarinya.

Pertama, tundukkan pandanganmu. Tapi ini bukan berarti jalan sambil nunduk terus kayak orang nyari recehan ilang sampe kejentus tiang listrik. Menundukkan pandangan maksudnya mata nggak jelalatan. Mentang-mentang yang godain cakep, kamu jadi enggan berkedip en ridho untuk digodain. Gubraks! Inget lho firman Allah Swt: �Katakanlah kepada mukmin perempuan, hendaklah menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan mereka. �.� (QS an-Nuur [24] : 31)

Kedua, kamu yang merasa dirinya cewek, perhatikan gaya berpakaianmu. Dalam Islam ada aturan berbusana khusus bagi cewek ketika keluar rumah yaitu menutup seluruh aurat kecuali muka dan telapak tangan. Lengkap dengan kerudung dan jilbabnya. Allah Swt. berfirman: �Dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang kelihatan dari-padanya…� (QS An- Nuur [24] : 31)

Firman Allah lainnya: �Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perem-puanmu dan isteri-isteri orang mukmin: �Hendaklah mereka mengu-lurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka�. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.� (QS al-Ahzab [33]: 59)

Perhatikan juga bahwa jilbabmu longgar dan nggak tipis. Jangan kayak lemper, menutup aurat tapi lekuk tubuhmu kelihatan alias seksi. Sama juga boong, Non.

Ketiga, cuekkin. Kalau godaan itu �cuma’ dengan suitan, atau ucapan-ucapan dan tidak sampai menyentuh fisik, lebih baik kamu cuekkin aja. Soalnya kalo kamu nanggepin, bukannya kapok mereka malah akan semakin menjadi-jadi. Cowok penggoda itu bakal senang kalo godaan mereka ditanggapi atau dijawab. Entah kamu jawabnya dengan ketus, sinis, marah, mencaci-maki, semua itu nggak bikin cowok penggoda jera. Selain kamu akan terlihat nggak bijak karena berjilbab kok maki-maki, secara nggak langsung kamu malah menjatuhkan harga diri kamu sendiri di depan umum. Waspadalah!

Kalo godaan itu di jalan umum dan lebar, kamu lewat saja dan berjalan biasa. Jangan pelan-pelan atau malah berlenggak-lenggok. Kalau itu jalan sempit, usahakan memilih jalan lain untuk menghindari kemungkinan mereka ngegodain kamu. Kalo memang tidak ada jalan alternatif, usahakan jangan sendirian. Cari teman yang searah.

Lagipula, umumnya cowok penggoda tuh akan segan menggoda mereka yang �diam’ dalam arti nggak nanggepin godaan-godaan mereka. Jadi bukan diam yang ridho dan senang digoda lho. Ketahuan kok itu dari sikap dan ekspresi wajah kamu; mana yang diam tegas bin cuek dengan diamnya senang bin antusias. Kalau udah begini, biasanya cowok penggoda jadi malas godain cewek yang nggak bereaksi sama godaannya. Tapi tentunya setelah kamu mengamalkan trik-trik di atas itu dong.

Munculnya cowok penggoda

Kalo kita cermati, kok bisa sih muncul cowok penggoda yang semakin merajalela di jaman sekarang. Itu tak lain dan tak bukan karena ideologi kapitalisme-sekulerisme yang udah jadi gaya hidup. Sekulerisme emang gak menghiraukan agama untuk mengatur kehidupan. Yang dikejarnya di dunia ini cuma kenikmatan jasadi atau materi semata. ngegodain cewek salah satunya. Kalo itu dianggapnya memberi kepuasan dan kebaha-giaan bagi dirinya, maka akan dilakoninya aja aktivitas sia-sia itu, dengan rasa suka.

Nongkrong di pinggir jalan, di mal-mal, dan di warung-warung sambil gitaran, itu semua kondisi yang paling strategis untuk menggoda cewek-cewek yang lewat. Seakan-akan hidup tanpa beban (atau sebetulnya itu adalah cara mereka untuk menghilangkan beban?).

Maklum aja, bisa jadi udah puluhan surat lamaran kerja dimasukkan tapi tak satu pun yang berhasil. Mau sekolah lagi tak ada biaya. Di rumah mulu juga dimarahi ortu karena cuma jadi pengangguran yang kerjaannya makan dan tidur.

Nah lho, lingkaran kapitalisme jadi momok. Siapa yang kuat dan berduit dia yang akan survive. Dan karena lontang-lantung tanpa kegiatan, jadilah pelampiasan ngegodain cewek yang lewat.

Padahal kalo kita mau lihat bagaimana Islam sebagai the way of life ngatur kehidupan, tipe cowok penggoda nggak bakal muncul. Gimana nggak, kalo sejak awal Islam sudah memberi aturan pergaulan laki-perempuan, cowok-cewek. Yang cowok nggak boleh jelalatan matanya kalo melihat cewek, begitu juga sebaliknya. Catet yoo!

Terus, yang cowok juga diajarkan menjadi laki-laki sejati dalam Islam, sebagai pelindung dan penanggung jawab keselamatan dan harga diri cewek. Suatu ketika di Madinah ada seorang muslimah yang �dikerjain’ oleh tukang emas di sebuah pasar dengan cara mengkait-kan tali di belakang jilbabnya. Begitu bangun, tersingkap-lah auratnya. Saat itu, sekelompok pemuda Yahudi yang ada di sekitar kejadian mener-tawakan dan melecehkan muslimah itu.

Kebetulan, seorang pemuda muslim melihatnya. Dan ia langsung menikam si tukang emas itu hingga tewas. Para pemuda Yahudi itu nggak terima, lalu mereka mengeroyok pemuda muslim tersebut sampe tewas. Mendengar berita ini, Rasulullah saw. mengeluarkan perintah untuk membu-nuh seluruh Yahudi Bani Qainuqa’. Tapi niat Rasulullah urung, atas lobi Abdullah bin Ubay bin Salul. Sebagai gantinya, Rasulullah saw. mengusir seluruh Yahudi Bani Qainuqa’ dari kota Madinah. See , harga diri seorang wanita muslimah begitu tinggi.

Lagipula dalam kehidupan di mana Islam diterapkan sebagai aturan praktis, nggak bakal ada pemuda nongkrong di pinggir jalan yang akhirnya kurang kerjaan godain cewek yang lewat. Karena dalam kehidupan Islam, setiap pemuda memahami jati dirinya sebagai agent of change , pembawa perubahan dunia ke arah yang lebih baik. Mereka akan tersibukkan dengan aktivitas positif di sekolah-sekolah atau majelis-majelis menuntut ilmu, bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, berdakwah dan bahkan berjihad. Sehingga gak ada satu menit pun dalam kehidupan pemuda muslim yang terbuang sia-sia dengan kongkow-kongkow di pinggir jalan. Apalagi nyuitin or ngegodain cewek, apalagi muslimah berjilbab yang lewat. Yakinlah!

So , fenomena cowok penggoda bukan sim salabim muncul begitu saja. Tapi lebih merupakan produk dari suatu sistem, yaitu kapitalisme-sekulerisme. Kalo kita pingin memberangus habis kebiasaan buruk ini, tak lain dan tak bukan, berangus sistem yang melahirkannya.

Yup, kita enyahkan sejauh-jauhnya ideologi buatan manusia ini dari kehidupan kita. Ambil Islam saja sebagai the way of life , ideolog, dan pengatur kehidupan. Secara otomatis, budaya cowok penggoda akan lari terbirit-birit dan kita sebagai cewek muslimah akan beraktivitas dengan nyaman tanpa khawatir suitan dan godaan nggak bermutu mampir lagi. Kalau sudah begini, ocre nggak sih melakoni hidup di bawah naungan ideologi Islam? Pasti dong!

Sumber :  Klik disini

Jalan Cinta Para Pejuang


Mencintai Sejantan Ali

Tulisan ini diambil dari salah satu bagian di dalam buku karangan Salim Akhukum Fillah, Sang Mujahid Pena asal Yogyakarta, sahabat dekat Mahasiswa Berprestasi UI (2006) & Nasional Shofwan Al-Banna Choiruzzadd.

Bagi saya, kisah ini ibarat air hujan di tengah musim kemarau yang menghidupkan kembali benih-benih kesungguhan untuk mempersembahkan cinta yang suci bagi calon bidadari yang akan menjadi pendampingku nanti. Ya, seperti cintanya Ali kepada Fatimah yang dikisahkan dengan sangat indah oleh Salim A. Fillah ini…

Berikut kisahnya…
kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah,
maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta padaNya,
pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki:
selamanya memberi yang bisa kita berikan,
selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
-M. Anis Matta-

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Ia tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya...

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr: ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.

Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapayang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.

Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi,dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”
’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi...”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya dibatas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untukmenjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, danFathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”


Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.
Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita...

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan...

Bahwa suatu hari (setelah mereka menikah)...


Fathimah berkata kepada ‘Ali,


“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”


‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”


Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu.”


Kisah ini disampaikan disini, bukan untuk membuat kita menjadi mendayu-dayu atau romantis-romantis-an...


Kisah ini disampaikan agar kita bisa belajar lebih jauh dari ‘Ali dan Fathimah bahwa ternyata keduanya telah memiliki perasaan yang sama semenjak mereka belum menikah tetapi dengan rapat keduanya menjaga perasaan itu.
Perasaan yang insyaAllah akan indah ketika waktunya tiba...